Sabtu, 31 Desember 2016

Fenomena laut di Maluku Tengah Menjadi Merah

Warna air di perairan Pulau Ai, Kepulauan Banda, Maluku Tengah, tiba-tiba menjadi merah (21/6/2015). Fenomena itu membuat warga setempat geger dan panik. Banyak juga nelayan yang enggan untuk melaut karena warnanya seperti darah.

Apa sebenarnya penyebab perubahan air laut menjadi merah? Apakah benar itu merupakan pertanda bencana akan terjadi atau tanda akhir zaman? Peneliti alga dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Boy Rahardjo Sidharta, mengatakan, "Kalau bukan pencemaran kimiawi berupa zat warna, pasti itu fenomena red tide." Red tide merupakan perubahan air laut menjadi merah yang disebabkan oleh ledakan populasi alga merah, jenis alga yang sel-selnya kaya pigmen phycoerythrin. "Kalau jumlahnya sedikit, tidak kelihatan merah. Tapi, ketika terjadi blooming yang dalam 1 ml bisa berisi ribuan-jutaan sel, maka sangat jelas terlihat dengan mata telanjang," kata Boy. Penyebab ledakan populasi alga bisa beragam, mulai dari melimpahnya nutrien di laut atau yang disebut eutrofikasi hingga pemanasan global.

Suhu air laut yang meningkat akibat pemanasan global memicu peningkatan metabolisme sel alga. Akibatnya, kecepatan pembelahan atau reproduksi alga juga meningkat. "Kalau sudah membelah cepat, maka akan mendominasi dan perairan 'berubah' menjadi merah, atau hijau, coklat, atau lainnya," kata Boy.

Ledakan populasi bencana dalam kondisi tertentu, memang bisa memicu bencana bagi perikanan dan nelayan. Alga dalam jumlah besar akan membuat stok oksigen di perairan berkurang. Dampaknya, banyak ikan akan mati. Blooming bisa terjadi pada alga jenis apa pun. Kadang, alga yang mengalami blooming adalah jenis yang beracun dan tidak mengakibatkan perubahan warna menjadi merah. Bila yang terjadi adalah blooming alga beracun (HAB), hal itu harus segera diatasi. Racun dari alga bisa meracuni biota laut lain, bahkan membunuh manusia.

Salah satu cara mengatasi blooming alga beracun adalah dengan menebar serbuk kimia untuk menekan pertumbuhannya. Namun, cara itu tak ramah dan hanya memindahkan masalah ke dasar laut. Meski demikian, belum ditemukan cara lain yang efektif untuk mengatasinya. Biasanya, hanya muncul larangan mengonsumsi produk laut dari daerah yang dilanda HAB untuk mencegah dampak buruk terhadap manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar